Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi menjadi simbol semangat baru dalam menjaga jati diri bangsa di tengah derasnya arus modernisasi. Di balik berdirinya sekolah adat ini, ada sosok sederhana bernama Samsul Arifin, seorang guru sekaligus pegiat budaya yang mendedikasikan hidupnya untuk melestarikan kebudayaan Banyuwangi.
Samsul percaya bahwa anak-anak harus mengenal dan mencintai budaya mereka sendiri sejak dini. Dari keyakinan itulah lahir Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi, tempat di mana generasi muda belajar bahasa Osing, seni tari Gandrung, musik tradisional, hingga nilai-nilai adat yang diwariskan leluhur.
Awal Berdirinya Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi
Kisah berdirinya sekolah ini berawal dari keprihatinan Samsul melihat generasi muda Banyuwangi yang semakin jauh dari akar budayanya. Ia sering melihat anak-anak lebih hafal lagu luar negeri dibanding lagu tradisional Banyuwangi. Pada tahun 2016, dengan dukungan warga desa, Samsul akhirnya mendirikan Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi di Desa Songgon.
Nama “Pesinauan” berasal dari bahasa Osing yang berarti “tempat belajar.” Di sinilah, anak-anak belajar bukan hanya membaca dan menulis, tetapi juga memahami filosofi hidup masyarakat Osing yang menjunjung tinggi gotong royong, hormat pada alam, dan cinta pada tanah kelahiran.
Misi dan Tujuan Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi
1. Menumbuhkan Kebanggaan terhadap Budaya Lokal
Samsul menegaskan bahwa tujuan utama sekolah adat ini adalah menanamkan rasa bangga terhadap identitas budaya Banyuwangi. Ia sering mengingatkan murid-muridnya, “Kita tidak bisa menjadi bangsa besar kalau melupakan akar budaya sendiri.”
2. Menggabungkan Pendidikan Formal dan Kearifan Lokal
Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi juga memadukan pelajaran umum dengan muatan budaya. Anak-anak belajar sejarah melalui kisah rakyat, mempelajari sains lewat filosofi alam Osing, dan belajar bahasa melalui tembang tradisional. Metode ini membuat pembelajaran lebih hidup dan bermakna.
Kegiatan Budaya di Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/892032/original/094765700_1433328226-sukubanyuwangi.jpg)
Pelatihan Tari dan Musik Tradisional
Seni adalah jantung dari sekolah ini. Setiap sore, halaman sekolah ramai dengan suara gamelan, rebana, dan tawa anak-anak yang sedang berlatih tari Gandrung atau Jaranan. Mereka juga diajarkan memainkan alat musik khas Banyuwangi seperti Angklung Caruk dan Kendang Osing.
Melalui kegiatan seni ini, Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi menanamkan kebanggaan terhadap warisan budaya lokal sekaligus memperkenalkan kesenian tradisional kepada generasi muda.
Ritual dan Tradisi Adat Banyuwangi
Selain seni, sekolah ini aktif melaksanakan ritual adat seperti Kebo-keboan, Barong Ider Bumi, dan Tumpeng Sewu. Samsul menjelaskan bahwa setiap upacara adat memiliki makna spiritual yang dalam: rasa syukur, solidaritas, dan keharmonisan antara manusia dan alam.
Pembelajaran Bahasa Osing
Bahasa Osing menjadi salah satu pelajaran utama. Anak-anak belajar berbicara, menulis, dan membaca dalam bahasa leluhur mereka. Hal ini penting karena bahasa Osing adalah bagian integral dari identitas Banyuwangi. Dengan menjaga bahasa, berarti menjaga roh kebudayaan itu sendiri.
Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi dan Partisipasi Masyarakat

Salah satu kekuatan besar sekolah ini adalah keterlibatan warga. Para orang tua, tokoh adat, dan seniman desa turut menjadi pengajar sukarela. Mereka tidak digaji, karena mengajar dianggap sebagai bentuk pengabdian pada budaya.
Kolaborasi ini menjadikan sekolah adat bukan hanya milik Samsul, tetapi milik seluruh masyarakat. Warga merasa bangga karena anak-anak mereka kembali mengenal budaya sendiri. Bahkan, beberapa pemuda desa kini ikut menjadi relawan budaya dan pelatih tari di sekolah.
Dukungan Pemerintah dan Tantangan yang Dihadapi
Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi mulai mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Dinas Kebudayaan Banyuwangi memberikan pelatihan dan bantuan alat musik tradisional. Namun, tantangan terbesar tetap pada pendanaan dan fasilitas. Gedung sekolah masih sederhana, dan sebagian besar kegiatan dibiayai swadaya.
Samsul berharap dukungan pemerintah lebih berkelanjutan. “Kami tidak butuh gedung mewah. Cukup bantuan untuk keberlanjutan kegiatan agar anak-anak terus belajar tanpa khawatir,” ujarnya.
Peran Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi di Era Digital
:strip_icc()/kly-media-production/medias/3301861/original/094337400_1605848301-IMG-20201120-WA0023.jpg)
Di zaman media sosial, menjaga minat anak-anak terhadap budaya lokal bukan hal mudah. Karena itu, Samsul berinovasi dengan membuat kanal YouTube dan konten edukasi digital yang menampilkan proses belajar di Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi.
Melalui video tutorial tari, dokumentasi ritual adat, dan kisah tokoh budaya, sekolah ini mampu menjangkau audiens yang lebih luas. Anak-anak yang awalnya pasif mulai bangga tampil memperkenalkan budaya mereka di dunia digital.
Manfaat Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi bagi Masyarakat
Kehadiran sekolah adat membawa dampak nyata bagi warga Banyuwangi:
-
Revitalisasi tradisi lokal – banyak tradisi lama yang kini kembali hidup.
-
Pendidikan karakter – anak-anak tumbuh dengan nilai gotong royong dan hormat pada orang tua.
-
Pariwisata budaya – wisatawan tertarik datang untuk belajar budaya Osing.
-
Ekonomi kreatif – warga mulai membuat kerajinan dan kuliner khas untuk wisata budaya.
-
Kebanggaan kolektif – masyarakat lebih percaya diri menampilkan budaya Banyuwangi di kancah nasional.
Inspirasi dari Sosok Samsul Arifin
Samsul Arifin bukan hanya guru, tapi juga panutan. Ia menjalankan dua peran sekaligus: pendidik dan pelestari budaya. Setiap hari, setelah mengajar di sekolah formal, ia meluangkan waktu mengajar di Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi tanpa pamrih.
Ia percaya, perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil. “Kalau anak-anak tahu siapa dirinya, mereka akan tahu ke mana harus melangkah,” katanya dengan penuh makna.
Harapan ke Depan untuk Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi
Samsul memiliki mimpi besar: agar Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi menjadi model pendidikan berbasis budaya di Indonesia. Ia ingin setiap daerah memiliki sekolah serupa, yang mengajarkan kearifan lokal sebagai bagian dari pendidikan karakter.
Untuk itu, ia berharap dukungan dari pemerintah, akademisi, dan dunia usaha. Ia juga berencana membuat program pertukaran budaya antar-sekolah adat di berbagai daerah di Jawa Timur.
Kesimpulan
Sekolah Adat Pesinauan Banyuwangi membuktikan bahwa pelestarian budaya bukan sekadar romantisme masa lalu, tetapi bagian penting dari pembangunan masa depan. Melalui semangat Samsul Arifin, sekolah ini menjadi tempat di mana anak-anak belajar arti cinta tanah air lewat budaya.
Ketika generasi muda mengenal bahasa, musik, dan tari leluhur mereka, mereka sebenarnya sedang memperkuat akar bangsa. Karena seperti yang sering dikatakan Samsul kepada murid-muridnya, “Budaya bukan milik masa lalu, tapi bekal untuk masa depan.”




Leave a Reply